Jangan Jadi Relawan, Kalau Gak Mau Liat Beginian
<p class="ql-align-justify"><em>Aku masih ingat jelas hari itu. Aku terbaring di </em><strong><em>ruang rawat inap</em></strong><em>, melihat langit-langit putih rumah sakit yang rasanya begitu tinggi. Rasanya sunyi, tapi ada suara langkah ringan yang masuk, </em><strong><em>relawan Kilau Indonesia</em></strong><em> datang.</em></p><p class="ql-align-justify"><br></p><p class="ql-align-justify"><em>Awalnya aku takut. Aku pikir, siapa yang mau datang ke tempat sakit seperti ini? Tapi mereka duduk di sampingku, bercerita, menanyakan apa yang aku rasakan. Mereka menjadi pendengar yang baik dan rasanya hangat ketika ada yang peduli.</em></p><p class="ql-align-justify"><br></p><p class="ql-align-justify">Kalau Siti Rohimah bisa bicara, kami yakin dia ingin banget ngucapin terima kasih. Tapi dengan keterbatasannya, ia hanya bisa menangis. Tangisan itu bukan sekadar kesedihan, tapi <strong>ungkapan hati yang penuh rasa syukur</strong>, rasa lega karena ada yang peduli padanya.</p><p class="ql-align-justify"><br></p><p class="ql-align-justify">Siti Rohimah, 10 tahun, anak dengan Cerebral Palsy. Kisah Siti Rohimah menjadi pengingat bagi kita semua, meskipun ia hanya bisa menangis, kehadiran relawan dan dukungan orang-orang baik membuat dunia Siti lebih hangat dan penuh harapan.</p><p class="ql-align-justify"><br></p><p class="ql-align-justify">Kehadiran relawan mengajarkan banyak hal, bahwa <strong>peduli bukan hanya soal tindakan besar</strong>, tapi hadir untuk duduk di samping anak-anak seperti Siti, mendengarkan, dan memberi perhatian tulus. Suatu hari nanti, bantuan kecil yang kita berikan bisa mengubah hidup mereka, bahkan hanya melalui waktu yang kita sisihkan untuk hadir di sisi mereka.</p><p class="ql-align-justify"><br></p><p class="ql-align-justify"><em>Indramayu, September 2025</em></p>